Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sejarah Desa Kedokan Bunder dan Kedokan Agung

Sebagai warga kecamatan kedokan bunder wajib rasanya mengetahui asal muasal atau sejarah kecamatan kedokan bunder ini, baik itu sejarah lahir desa, tokoh yang berperan penting, maupun alasan penamaan kedokan bunder, hal ini bertujuan agar kita selalu menghormati budaya leluhur, dan tidak melupakan sejarah. lantas apa sejarah desa kedokan bunder yang kita sayangi ini.

Lalu apa sih arti dibalik nama kedokan bunder?  Nama Kedokan Bunder berasal dari 2 suku kata yaitu : Kedodok (Terduduk) dan Bunder (Bundar).  asal usul nama ini diambil dari peristiwa pertarungan antara Nyi Mas Ratu Ayu Kawunganten dan musuhnya Jiou Phak, Jio Phak sekarat dan terduduk (kedodok) hingga bekas darahnya membentuk bundar (bunder).



Profil Kecamatan Kedokan Bunder
Kantor Camat Kedokan Bunder

Sejarah Desa Kedokan Bunder

Asal usul Kedokan Bunder yang kita tinggal sekarang dulunya adalah wilayah yang dinamakan Hutan Lebak Sungsang peristiwa ini sering disebut dengan Babad Alas Lebak Sungsang. Sejarah ini juga merupakan ajang dakwah masuknya islam ke nusantra tepatnya wilayah jawa barat bagian utara melewati sunan - sunan wali songo.

Keberangkatan Nyimas Ratu Ayu Kawunganten

Atas dasar mimpi dan bisikan ghaib Syekh Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati) memerintahkan istrinya Nyi Mas Ratu Ayu Kawunganten beserta Pangeran Pager Toya (Ki Dawung), Ramanda Tubagus Warida (mertuanya), Tubagus Arsitem (pamannya), dan anaknya Ratu WinaonSultan Hasanuddin, serta pengawal sebanyak 60 orang untuk membuka pamukiman di Hutan Lebak Sungsang dengan mengendarai dua kapal layar besar.

Tiba rombongan Nyi Mas Ratu Ayu Kawunganten di wilayah muara Ciasem Subang hendak mencari perbekalan dan air minum, dan menanyakan informasi keberadaan wilayah hutan Lebak Sungsang. Namun tak ada seorang pun yang mengetahui lokasi hutan lebak sungsang.

Rombongan melanjutkan perjalanan menuju Cirebon, di tengah perjalanan Nyi mas singgah di sebuah pulau yang bernama pulau Gosong. Di situ didapati candi - candi dan seorang kakek yang sedang menjemur udang kecil - kecil. Kakek tersebut bernama Ki Kriyan, karena kakek tersebut tinggal di pulau tersebut maka candi yang ada di pulau gosong dinamakan Candi Kriyan.

Pager Toya menanyakan keberadaan wilayah hutan lebak sungsang pada si kakek, kakek menjawab "Hutan Lebak Sungsang ada di bekas aliran Bengawan Cigalaga Sangyang Kendit, berlayarlah menuju tegalan(tanah hamparan) panjang dan luas".  Berangkatlah rombongan Nyi Mas melanjutkan perjalanan ke tegalan yang panjang dan luas. Setelah sampai di tegalan, rombongan melanjutkan dengan berjalan kaki menyusuri bekas aliran Bengawan Cigalaga dan menuju ke Hutan Lebak Sungsang. Tegalan panjang dan luas berada di pinggiran laut yang kini menjadi desa bernama Tegalagung, Benda, Karangampel.

Dari Tegalan rombongan berjalan ke barat menuju bekas aliran Bengawan Cigalaga, Sampailah rombongan Nyimas di Hutan Lebak Sungsang yang masih banyak air dan pepohonan yang besar, serta tanahnya yang rendah, berbukit dan masih banyak binatang buas. Kemudia Nyi Mas Ratu Ayu Kawunganten Mencari daratan yang lebih tinggi dan membangun gubuk - gubuk untuk dijadikan peristirahatan.

Babad Alas Lebak Sungsang (Membuka Hutan Lebak Sungsang)

Setelah beberapa hari beristirahat mulailah membuka lahan pemukiman dengan memotong hutan, kejadian ini berlangsung pada tahun 1497 M. Saking gedenya pohon - pohon tersebut dalam sehari satu pohon ditebang oleh 10 orang tidak menumbangkannya. Dalam satu bulan baru beberapa puluh meter lahan yang baru dibuka, belum lagi anak buah Nyi Mas banyak yang luka dan mati diterkam binatang buas, dan juga harus bertempur menghadapi siluman Dewa Arus dan Dewi Santi yang berwujud seekor ular raksasa penghuni hutan tersebut. Mimikirkan hal ini Nyi Mas Ratu Ayu Kawunganten Bersemedi dan berdo'a agar dimudahkan dalam membabad (membuka) hutan lebak sungsang tersebut.

Dalam semedinya Nyi Mas dianugrahkan Ilham yang memerintahkan agar Nyi Mas menanjabkan kondenya (Kancing Gelung) pada sebatang kayu besar yang sudah roboh. Berkat pertolongan Allah SWT maka terbakarlah sebatang kayu besar itu. Api tersebut terus membakar pohon - pohon  di hutan lebak sungsang serta hutan - hutan di daerah lain yang ikut terbakar dikarenakan kobaran apinya berterbangan, diantaranya sekarang disebut desa Jambe, desa Bulak, desa Tugu, desa Eretan.

Dalam kurun waktu satu tahun Nyi Mas berhasil Membuka lahan hutan lebak sungsang. Setelah selesai membuka lahan Nyi Mas memanggil pamannya Tubagus Arsitem dan 10 orang pengikutnya untuk melaporkan ke suaminya Sunan Gunung Jati bahwa tugasnya sudah selesai, dan permintaan permohonan kepada sunan bonon untuk ikut menyaksikan daerah yang sudah dibuka itu.

Sunan Bonang bersedia ikut datang bersama rombongan mbah Kuwu Sangkan Cirebon (Ki Dawung) dan Sunan Kali Jaga. Sesampainya rombongan di daerah pedukuhan Lebak Sungsang, Nyi Mas Kawunganten merasa senang dan juga sedih sebab suaminya tidak ikut datang dikarenakan sedang memenuhi undangan sultan Mesir.

Atas saran dari mbah Kuwu Sangkan agar segera membangun gubug yang besar untuk kediamannya dan anak - anaknya serta pengikutnya, maka dibangunlah 4 gubug besar.

Pedukuhan dan Makam Nyi Mas Ratu Ayu Kawunganten
Pedukuhan dan Makam Nyi Mas Ratu Ayu Kawunganten, Photo Tahun 2013

1. Nyimas Mas R.A Kawunganten beserta keluarganya
2. Mbah Kuwu Sangkan dan Pager Toya
3. Ayah dan Pamannya
4. Pengawal dan Pengikutnya

Gubug Nyi Mas masih terletak di Pemakaman Kuburan Blog Lapang Bola Kedokan.

Pemasangan Patok Perbatasan Wilayah dan Penamaan Petilasan Ki Barong & Ki Dawung


Selang beberapa bulan Nyi Mas meminta tolong untuk memberikan patok batas daerah yang sudah dibuka untuk dijadikan pedukuhannya. Berangkatlah Ki Kuwu Sangkan, Sunan Bonang, dan Pangeran Pager Toya menuju Wilayah Batas Lebak Sungsang. Kuwu Sangkan berjalan menuju arah selatan sedangkan Pager Toya ke arah utara dan Sunan Bonang menelusuri bekas hutan - hutan yang terbakar di daerah lain.

Setelah selesai memberi patok batasan Ki Kuwu Sangkan beristirahat di sebuah tempat tak jauh dari gubug Nyi Mas di bawah barongan pring (Kumpulan pohon Bambu) yang di sekelilingnya ditumbuhi pohon pandan dan Ki kuwu Sangkan duduk di atas sebuah batu (tepatnya berada di samping kiri SDN Kedokan Agung 4 arah utara). Untuk mengenang jasa beliau, batu tempat istirahat Ki Kuwu Sangkan dikubur dan jadikan Petilasan yang dinamai dengan Petilasan Ki Barong atau Ki Sela Pandan.


Petilasan Ki Barong Ki Sela Pandan Kedokanbunder
Gambar Petilasan Ki Barong / Sela Pandan (Ki Kuwu Sangkan), Photo Tahun 2020

Sedangkan Pangeran Pager Toya beristirahat di bawah pohon kedawung berjarak kurang lebih 100 meter sebelah barat dari gubug Nyi Mas (Tepatnya samping mushala blok Lapang Bola Kedokan Bunder) dan beliau mengubur ikat kepalanya di bawah pohon ke dawung itu, tempat istirahat Pangeran Pager Toya tersebut dijadikan petilasan yang diberi nama Petilasan Ki Dawung.

Petilasan Ki Dawung (Pager Toya) Kedokan Bunder
Gampar Petilasan Ki Dawung (Pager Toya), Photo Tahun 2020
Peristiwa mengelilingi dan memberikan patok batas wilayah Lebak Sungsang terjadi pada tahun 1499 dan ditetapkannya menjadi hari jadi desa Kedokan Bunder. dan atas peristiwa ini setiap tahunnya tepatnya bulan muharam tanggal 14 diadakan syukuran sedekah bumi (Syukuran atas hasil yang diperoleh dari bumi) berupa beras, jagung, kacang-kacangan buah-buahan, dan juga diadakan ider bumi (keliling kampung). dan sampai kini sedekah bumi tetap dilaksanakan setiap  tahunnya.

Usai memberi batas wilayah lebak sungsang Ki Kuwu Sangkan, Pangeran Pager Toya, dan Sunan Bonang kembali ke Cirebon. Dan yang masih tinggal ialah Ratu Winaon, Sultan Hasanudin, Tubagus Warida, dan Tubagus Waritem serta 40 orang pengikutnya.

Banyak orang yang berdatangan ke pedukuhan Nyi Mas untuk bercocok tanam dan bermukim dengan mendirikan gubug-gubug. Namun dalam menempati pedukuhan Nyi Mas ini tidak serta merta langsung tinggal melainkan ada persyaratan yang harus dipenuhi yaitu, Harus memeluk agama Islam. berbagai daerah datang ke pedukuhan Nyi Mas ini seperti : Cirebon, keturunan Arab, keturunan India, keturunan China, Bawean Karimun Jawa, dari bagelen dan juga Demak.

Sejarah Sumur Gede Kedokan Bunder


kedokan bunder sumur gede
Gapura Pintu Masuk Sumur Gede, Photo Tahun 2019

Setelah banyak penduduk yang bermukim,  pedukuhan Nyi Mas dilanda Kekeringan air, Nyi Mas R.A Kawunganten selaku pemimpin di desa tersebut merasa perihatin dan sedih melihat penduduknya dilanda kekeringan.  segala upaya sudah diperbuat untuk menanggulangi kekeringan ini, dan yang menjadi imbas dari kekeringan bukan hanya tanaman saja yang mati bahkan binatang dan jiwa manusia menjadi imbasnya. Nyi Mas R.A beserta keluarganya tetap tabah dan selalu berdoa kepada Allah SWT agar diberikan jalan keluar.

Allah SWT mengabulkan doa beliau, di pertengahan doa beliau mendapatkan bisikat ghoib yang menyuruh agar Nyi Mas menanjabkan kondenya ke tanah yang lebih rendah. Seusai Nyi Mas menanjabkan tali kondenya keluarlah air yang sangat deras. Saking derasnya sampai sampai tanah di sekitar sumber air tersebut ikut longsor, agar sumber air tidak tertutup lagi maka dipasangkanlah balok kayu yang besar sebagai penahan. Sampai sekarang sumur gede memakai balok kayu sebagai penahannya.

Amanat Nyi Mas R.A Kawunganten kepada rakyatnya agar sumber air tadi di jaga dan dilestarikan agar anak cucunya tidak lagi kekurangan air. Sumber air tersebut dinamakan dengan Sumur Gede (Sumur Besar), sampai sekarang sumur gede masih terjaga dan sumur ini dibuka untuk umum setiap hari jadi kedokan. Air tersebut dimanfaatkan penduduk Lebak Sungsang untuk keperluan sehari - hari dan bercocok tanam.

Sejarah Penamaan Kedokan Bunder

Wilayah yang semula dinamakan Lebak Sungsang berganti nama menjadi Kedokan Bunder semenjak terjadi peristiwa Pertempuran antara Nyimas R.A Kawunganten dan Jio Phak selaku seorang Putra Raja Campa.

Kesaktian nama Nyimas Ratu Ayu Kawunganten Masyhur ke manca negara, kehebatan beliau terdengar hingga ke Negeri Campa (kini disebut negara Vietnam). banyak negara negara lain yang ingin mengukur kehebatan beliau. Salah satunya datang seorang putra Raja Campa yang bernama Jio Phak dan dua orang pengawalnya Jiau GO dan Qi Pa Lhiang beserta 40 orang prajuritnya yang bertujuan untuk mengukur kehebatan beliau serta hendak meminangnya.

Nyi Mas menolak dikarenakan beliau sudah mempunyai suami, namun putra raja Campa ini tetap memaksa hingga terjadilah pertarungan. Dalam Pertarungan ini Nyi Mas Hampir dikalahkan oleh Jio Phak baik tenaga maupun kesaktiannya.

Mengetahui di Lebak Sungsang terjadi peperangan, Ki Kuwu Sangkan datang ke pedukuhan Lebak Sungsan dan memberikan golok cabang kepada Nyi Mas, Golok Cabang itu disabetkan ke tanah oleh Nyi Mas dan Jio Phak Jatuh Terduduk (Kedodok) dan kemudian sekarat, darah bekas sekarat itu membentuk Bundar (Jawa = Bunder). dan sejak saat itu wilayah Lebak Sungsang berganti nama menjadi Kedokan Bunder yang memiliki arti kedodok dan bunder (Jatuh terduduk, dan bekas darah bundar).

Kuburan Jio Phak dan Asal Penamaan Blok Ki Jago

Dalam peperangan itu putra raja Campa mati dan dikuburkan di tanah yang agak tinggi dekat gubug Nyi Mas arah selatan.

Makam Jio Phak Putra Raja Campa Kedokan Bunder
Makam Jio Phak (Bersampingan dengan rumah warga), Photo Tahun 2020

Sedangkan putra raja Campa yang bernama Jiau Go dikuburkan agak jauh dari gubug Nyi Mas arah utara, yang kini Blok tersebut dinamakan blok Ki Jago, blok Ki Jago Terletak dekat dengan blok kecemped. (Klick link di bawah gambar untuk mengetahui lokasi makam Ki Jago)

Makam Jiau Go Putra Raja Campa Kedokanbunder
Makam Jiau Go Putra Raja Campa, Photo Tahun 2020

Masa Terakhir Nyi Mas dan Wasiat Untuk Rakyatnya

Setelah peperangan melawan putra raja Campa Jio Phak, beliau kembali memerintah kedokan bunder dan mensyiarkan islam dengan penuh kesabaran tulus membimbing rakyatnya di tanah kedokan bunder dan sekitarnya. Tiba saat dimana Nyi Mas Kawunganten jatuh sakit, dan hari demi hari sakitnya bertambah parah hingga orang - orang pun berdatangan dari berbagai daerah untuk menjenguk beliau serta mengharapkan doa dan keberkahannya. Sampai rumah beliau dipadati orang - orang yang hendak mengunjungnya.

Hingga saat di akhir hayatnya Nyi Mas R.A menyuruh kepada rakyat serta pengikutnya untuk mendekat seraya berwasiat : “Anak isun lan para pengikut isun kabeh terutama, turutana perintae Gusti Allah Ian perintae Wong tuamu sing wis lairaken ira Ian gedeaken ira Ian muliaken tamu kang teka ning umae ira lan ngomonga sing bener, melakua ning tujuan aja nganti keder, dadia menusa aja dadi uwong.Sebab lamon dadi wong-wongan mung diwedeni ning manuk” .

Wasiat Nyi Mas R.A dalam Bahasa Indonesia : "Teruntuk anak saya dan para pengikut saya semua, ikutilah perintah Allah SWT dan perintah orang tuamu sekalian yang telah melahirkan dan membesarkan kalian, serta muliakan tamu yang datang ke rumahmu, serta berkata yang benar, berjalanlah pada tujuan jangan sampai tersesat. Jadilah manusia jangan jadi orang - orangan (Bebegik Sawah). Karena kalau jadi orang - orangan sawah hanya ditakuti oleh burung."

Di tahun 1561 M Nyi Mas Kawunganten wafat dan tersebarlah berita kemana mana, pengikut Nyi Mas baik yang dekat maupun yang jauh datang ke pedukuhan Kedokanbunder untuk ikut menziarahi beliau, suasana duka membajiri wilayah seketika itu. setiap orang terus berdatangan berziarah ke makam beliau sambil membacakan doa - doa. Hingga saat ini pada malam Jum'at dan di hari Jadi kedokan Makam Nyi Mas Kawunganten rameh oleh penziarah.

Selain untuk mendoakan juga semua itu ditunjukan untuk menghormati serta mengenang akan keteladanan serta kebijaksanaan beliau. Kepemimpinan pedukuhan Kedokan Bunder diteruskan oleh anak dan cucuk - cucuknya. Adat - adat seperti Ider Bumi (Keliling Wilayah) dan sedekah bumi tetap dilestarikan sampai sekarang. 

Dan ketika wilayah tetangga Kedokanbunder sudah banyak dihuni, di hari jadi Kedokan Bunder ini lah  wilayah - wilayah tersebut diundang oleh pemimpin pedukuhan kedokanbunder untuk berkunjung menziarahi makam Nyi Mas Ratu Ayu Kawunganten. Acara kunjungan dari pedukuhan tetangga ini kerap kita sebut dengan Unjungan.

Dengan Keuletan Sang Juru Kunci Makam Nyi Mas Ratu Ayu Kawunganten kini selalu terjaga dan mengalami perbaikan yang terus menerus membaik.

Sejarah Desa Kedokan Agung

Desa Kedokan Agung merupakan pemekaran dari desa Kedokan Bunder. Kedokan Agung sendiri terdiri dari dua suku kata yakni Kedokan dan Agung, Kedokan diambil dari kecamatan kedokan bunder sendiri dan sedangkan Agung bermakna Besar.

Pemekaran desa Kedokan Agung terjadi pada tahun 1983 M.

Keterangan Tokoh - Tokoh

A. Nyi Mas Ratu Ayu Kawunganten adalah istri kedua dari Sunan Gunung Jati (Syech Syarif Hidayatullah).

B. Nyi Mas R.A Kawunganten Mempunya 2 anak : 1. Ratu Winaon 2. Sultan Hasanuddin (Sabah Kingking).


D. Sultan Hasanuddin diangkat menjadi raja di banten.

Kesimpulan

Sudah Sepatutnya kita yang tinggal di Pedukuhan Lebak Sungsang atau kini disebut dengan Kedokan Bunder selayaknya kita menjaga tradisi nenek moyang kita. Adat istiadat seperti sedekah bumi, unjungan, dan ziarah ke makam pendiri kedokan bunder harus dilestarikan. serta pengetahuan tentang sejarah dan asal usul kedokan juga harus kita jaga.

Sumber

1. https://hanumharlisah.wordpress.com/anak-anak/sejarah-desa-kedokanbunder/
2. Pangeran Sulaeman Sulendra Ningrat : Babad Tanah Sunda, Babad Cirebon.
3. Nata Atmaja : Macapat Dandang Gula, Sinom, Singgul Ratu GENI
4. Narwa : Macapat Kinanti, Babad Pedukuhan Kedokanbunder
5. Abah Karsana : Cerita Rakyat Babad Alas Lebak Sungsang
6. Kamad : Cerita Sumur Gede Kedokanbunder

7. Leluhur : Sejarah dan Sil-Silah Nyi Mas Ratu Ayu Kawunganten Kedokanbunder

1 komentar untuk "Sejarah Desa Kedokan Bunder dan Kedokan Agung"